Memilih Setia
Oik’s POVAda banyak cara Tuhan
Meghadirkan cinta
Mungkin engkau adalah salah satunya
Aku memandangi danau yang tenang itu. Menghirup udara disana yang begitu tenang. Pikiranku mencuat ke sebuah angan-angan tentang cinta. Ya cinta… Menurutku cinta itu.. sebuah perasaan yang maha dahsyat. Banyak sekali cara tuhan menghadirkan cinta itu. Ketidaksengajaan, benci jadi cinta, atau mungkin perasaan yang benar-benar muncul dari dalam hati. Bayanganku melambung jauh menembus angan-angan yang berkabut tebal.
“Mungkin menyenangkan jika kisah cintaku ini akan berakhir seperti kisah-kisah dongeng yang akan bahagia dengan pangerannya”
Angan-anganku kandas ketika aku mendengar lagu Happy Ending – Abdul & The Coffe Theory yang berasal dari handphoneku. Aku mengambil handphoneku dari dalam mini bagku. Menatap tulisan yang ada di layar handphone itu. My Prince Alvin. Aku memencet tombol hijau disana.
“Halo, Alvin?”
“Oik, sekarang kamu dimana? Ini sudah jam 3 lebih. Aku sudah menunggumu di pintu gerbang sekolah.”
“Eh, iya aku keasyikan di danau belakang sekolah. Aku akan segera kesana.”
KLIK. Aku memutuskan sambungan teleponku dengan Alvin. Memasukkan kembali handphoneku ke dalam mini bag. Segera mungkin aku membereskan buku-buku yang masih berserakan di kursi panjang itu. Mendekap buku-buku itu di dalam rangkulan tanganku. Berbalik dan aku mulai kehilangan keseimbangan karena tiba-tiba langkahku terhadang oleh sesosok laki-laki yang sekarang menyangga pinggangku dengan tangan kekarnya. Kini mataku tepat menatap mata hazel milik pria itu. Dan kenapa jantungku berdegup 2 kali lebih kencang? Dan ini tidak pernah aku rasakan saat bersama dengan Alvin!
Aku mengerjap-kerjapkan mataku. Dan aku mulai tersadar dan mulai menyeimbangkan tubuhku. Pria itu mulai melonggarkan tangannya dari pinggangku kemudian melepaskan pegangannya. Ia menunduk dan tak berani menatapku.
“Maaf,” hanya kata-kata itu yang bisa aku dengar di balik tundukan kepala itu. Aku menepuk bahunya dan mendongakkan wajah pria itu.
“Makasih, Kalau gak ada kamu, aku mungkin sudah terjengkang ke belakang. Terima kasih sekali lagi.” Aku pergi meninggalkan pria itu. Belum jauh aku berjalan, Aku mendengar sayup-sayup suara dari belakangku.
“Siapa namamu?”
“Nadia Oik” teriakku sambil berjalan cepat ke depan.
Dengan langkah cepat dan lebar-lebar aku berjalan ke depan pintu gerbang sekolahku. Tampak dari kejauhan aku sudah bisa melihat Alvin berada disana.
“Alvin” Panggilku sambil mendekat kearahnya. “Maaf, gara-gara aku kamu harus menunggu lama.” Ucapku sambil menundukkan kepala di depannya. Ia mengusap ujung kepalaku lembut.
“Gak apa-apa Oik. Ayo pulang!” Ucap Alvin sambil menggandengku menuju mobil yang sudah terparkir disana. Ia membukakan pintu untukku. Aku masuk ke dalam mobil itu disusul oleh Alvin.
Sepanjang perjalanan, aku dan Alvin hanya terdiam tanpa kata. Seketika itu otakku, mengingat sosok pria yang tadi menolongku. Lho kenapa aku tiba-tiba memikirkan dia? Ada apa denganku? Aku menggelengkan kepalaku.
“Kamu kenapa?”
“Ah, tidak apa-apa.”
Cakka’s POV
Aku sudah terlalu lelah bermain basket hari ini. Lebih baik aku menghirup udara segar dan menenangkan diri di danau. Aku berjalan ke danau. Mengitari danau itu dan tak sengaja aku hampir membuat jatuh seorang wanita. Aku segera memapahnya.
Aku menatap mata yang agak sipit itu, wajah manisnya dan kenapa jantungku berdegup 2 kali lebih cepat apakah ini yang dinamakan CINTA?
Wanita itu mengerjap-kerjapkan matanya. Dan ia mulai tersadar dan mulai menyeimbangkan tubuhnya. Aku mulai melonggarkan tanganku dari pinggangnya kemudian melepaskan pegangan itu. Aku menunduk dan tak berani menatap wajahnya.
“Maaf,” hanya kata-kata itu yang bisa terucap dari mulutku. Aku terlalu gugup sehingga aku tak berani menatap wajah manis itu. Ia mendongakkan kepalaku sehingga aku terpaksa menatap wajah manis itu.
“Makasih, Kalau gak ada kamu, aku mungkin sudah terjengkang ke belakang. Terima kasih sekali lagi.” Dia berjalan menjauh dariku. Tiba-tiba aku reflek bertanya padanya dengan sedikit teriak.
“Siapa namamu?”
“Nadia Oik”
Wanita itu bernama Nadia Oik? Nama yang manis semanis orangnya. Aku masih berdiri disana. Menatap punggung Nadia Oik menjauh. Bayang-bayang wajah manis Nadia Oik basih berkelebat di dalam fikiranku seperti burung-burung merpati yang berterbangan.
“Apakah dia sekolah disini juga?”
—
Namun engkau datang disaat
Yang tidak tepat
Cintaku telah dimiliki
Sebelum cintamu semakin dalam
Maafkan diriku memilih setia
Walaupun ku tahu cintamu lebih besar darinya
Maafkanlah diriku tak bisa bersamamu
Sampai saat ini aku masih penasaran dengan Nadia Oik. Sepulang sekolah aku kembali menuju ke danau berharap dia datang lagi hari ini. Aku mengedarkan pandanganku. Aku melihat sosok Nadia Oik tapi, Dia kenapa? Kenapa Dia semakin mendekat ke arah danau? Dan aku mendengar sayup-sayup pembicaraan Nadia Oik dan sosok wanita di depannya.
“Kamu, itu emang perempuan perebut pacar orang.”
“Aku gak ngrebut Alvin dari kamu, Via”
“Halah. Gak usah bohong lah kamu” Wanita yang di depan Nadia Oik. Via. Mendorong Nadia Oik ke danau.
“Rasain, sekalian aja kamu dimakan buaya!”
Melihat hal itu aku langsung berlari mendekati Nadia Oik.
“Kamu, apain dia?”
“Eh ada prince lagi nih. Dasar playgirl” Via meninggalkanku dan Oik disana. Aku langsung menyebur ke danau dan menolong Nadia Oik. Aku memgendongnya ke pinggiran sungai.
“Nadia Oik aku mohon sadarlah aku takut kehilanganmu.”
UHUK UHUK…
Nadia Oik terbatuk-batuk dan sari mulutnya keluar dari mulutnya. Aku merasa lega karena akhirnya dia sadar.
“Kamu, siapa?”
“Aku Yudha Cakka. Panggil aku Cakka, Nadia Oik. Aku yang hampir menabrakmu kemarin. Apakah kamu masih ingat?”
“Ah, iya aku ingat. Jangan panggil aku dengan nama lengkapku. Panggil aku Oik” ucapnya sambil melipat tangannya di depan dada.
“Kamu, dingin? Pakai cardigan aku. Ini pakailah” Ucapku sambil menyodorkan cardiganku yang tak basah karena aku melepasnya sebelum aku menolong Oik.
“Oik aku ingin bicara sesuatu denganmu” Ucapku sembari memegang kedua telapak tangan Oik yang sedikit dingin itu.
“Bicara apa, Kka. Bicaralah padaku.”
“Awalnya aku bingung, perasaan apa ini. Dan sekarang aku tersadar kalau aku mencintaimu pada pandangan pertama. Mau kan kamu menjadi kekasihku?”
Oik’s POV
“Awalnya aku bingung, perasaan apa ini. Dan sekarang aku tersadar kalau aku mencintaimu pada pandangan pertama. Mau kan kamu menjadi kekasihku?” DEG. Jantungku terasa berhenti berdetak mendengar kata-kata itu terucap dari mulut Cakka. Apakah aku juga merasakan hal yang sama? Ya aku memang merasakannya dan rasa ini lebih besar dari perasaanku ke Alvin.
Tuhan kenapa dia datang pada waktu yang tidak tepat. Kenapa dia baru datang sekarang? Setelah aku sudah mengenal Alvin. Apa yang harus aku lakukan? Aku bingung.
Aku berfikir dalam-dalam memikirkan apa yang harus kuputuskan sekarang. Menghembuskan nafas panjang sebelum aku benar-benar mengatakannya padanya.
“Kka, Sebelum cintamu terlalu dalam untukku, Aku mau bilang ini sama kamu. Maaf, Kka aku tak bisa menjadi kekasihmu. Aku sudah memiliki kekasih. Dan aku memilih setia padanya. Maafkan aku sekali lagi”
Aku menjerit, aku menangis dalam hati. Aku harus rela melepaskan Cakka. Walaupun sebenarnya cinta Cakka itu lebih besar dari pada cinta Alvin padaku dan cintamu itu tulus padaku. Tapi aku tak mungkin membagi cinta yang aku miliki untuk 2 pria yang sama-sama aku cintai. Andai saja Aku dan Alvin belum ada ikatan apa-apa pasti aku akan memilihmu menjadi kekasihku. Tapi karena ini sudah menjadi keputusanku untuk memilih setia. Jadi Maafkan aku Cakka. Maafkanlah aku
Walau ku sadar tulusnya rasa cintamu
Takkan mungkin untuk membagi cinta tulusku
Dan aku memilih setia
Seribu kali logika untuk menolak
Tapi ku tak bisa bohongi hati kecilku
Bila saja diriku ini masih sendiri
Pasti ku kan memilih… kan memilih kamu
THE END
Cerpen Karangan: Diana Kusuma Astuti
Facebook: Diana Kusuma Nuradlani
0 komentar:
Posting Komentar